INI KISAHKU!!!
INI KISAHKU!!!
Ditulis ulang oleh: Nana Chyintia
Beberapa nama, tempat, sengaja disamarkan. Untuk kenyamanan yang bersangkutan dan pembaca.
Cerita ini aku tulis ulang, bukan untuk menghakimi seseorang. Hanya untuk menemani kesendirianku, jangan bertanya kenapa aku sendiri. Pastinya bukan karena aku jomblo!
Gerimis kecil telah membasahi tanah sejak tadi sore. Kopi dan makanan ringan sudah aku siapkan dia atas meja, ada ji pai dada ayam goreng. Dada ayam goreng ini salah satu makanan ringan khas Taiwan, bisa dinikmati bersama bubble milk tea atau secangkir kopi. Sebenarnya aku masih ingin cerita banyak tentang makanan itu, tapi tunggu waktu yang tepat karena saat ini aku akan menceritakan kisahku.
Taiwan, 23 Februari 2016 tujuh tahun lalu dari hari ini tepatnya hari apa aku lupa. Sebenarnya bukan benar-benar lupa tapi tidak mau lagi mengingat. Otak berperan dalam kepala, hati berperan dengan perasaan, menolak kenangan itu. Tentang semangatku, keinginanku, yang terhempas terbawa angin.
Dari hilangya harapan, angin membawaku terbang sampai ke tempat ini. Taiwan. Seharusnya aku bersyukur masih diberikan oksigen gratis sampai saat ini, bukan malah membanding-bandingkan ketidak mungkinan.
Pemikiran kolot ada pada mereka yang tidak paham pondasi hidup. Sebagaimana manusia hidup berpondasi ilmu pengetahuan agama, alam, juga pengetahuan umum. Aku tidak menyalahkan mereka yang tidak membangun pondasi kuat dalam diriku.
Ribuan kali aku meminta untuk membangunkan pondasi yang kokoh. Pagi, siang, malam kata “Bu, Yah, aku ingin ...” tanpa kata selanjutnya mereka mengacuhkan ucapanku.
Seseorang pernah berjanji padaku “Nanti akan aku usahakan untuk membangun pondasi masa depanmu.” Pondasi apa? Bukan pondasi yang dibangun malah membuang material-material yang sudah terkumpul.
Di hari Minggu aku sedang asik menonton TV. Suara handphone berbunyi, iya itu handphone baruku yang dibelikan mereka. Bukan baru dari konter melainkan baru pindah tangan, bukan HP bagus berkamera. ‘Lah kamera? Layar aja masih hitam putih’ kata ayah itu hadiah untukku, ibu yang membelikan. Ternyata sahabatku yang menelepon mengajak keluar jalan-jalan, sebelum dia disibukkan berbagai kegiatan sekolah.
Hatiku semakin nyeri mendengar alasannya. Aku meraba pipi yang entah sejak kapan sudah dibasah air mata. Aku enggan beranjak, ingin sekali menolak ajakannya tapi alasan apa yang harus kuucap.
Sore hari sesampainnya di rumah, aku coba kembali meyakinkan mereka.
“Bolehkah kakak hanya daftar saja, Bu?” pintaku memelas. Sudah lebih satu minggu aku jarang berbicara dengan seisi rumah. Rasanya malas sekali membuka mulut ini. Kecuali untuk makan.
“Apa lagi? Sudah dibilang tidak ya tidak!” jawabnya berlalu meninggalkan aku sendiri di teras. Untung saja ada si manis yang menemani.
“Apa kamu juga seperti ini saat ibumu tidak mau menyusui? Sakit tak?” tanyaku ke kucing yang jelas dia tidak tahu aku berbicara apa. Tapi aku yakin dia tahu apa yang kurasakan.
Kalian tahu apa yang aku ingat sampai sekarang, dan yang ingin aku lupakan? Tentang keegoisan. Begini ceritanya ...
Komentar