Cerpen
Nasi Olahan Tangan
Ibu
Oleh: Nana
Chyintia
Jam sudah
menunjukkan pukul enam. Suara yang tak asing terdengar setiap paginya berbunyi.
Tentu saja bukan alarm jam, melainkan suara teriakan khas seseorang.
Brook … suara
gebrakan pintu terdengar sampai tetangga ujung etan[1].
“Bangun ... bangun ... bangun ...” suara
teriakan ibu menggema. “Mau sampai kapan kalian bermalas-malasan? Lihat jam
berapa sekarang, teman-teman kalian sudah pada mandi siap-siap pergi ke
sekolah.” Ibu mengeluarkan suara dalamnya, pasti ia sangat marah.
Dengan malas aku
beranjak meraih handuk. Ketika keluar kamar, hidungku mencium aroma harum
hingga membuat isi perut berteriak. Aku berjalan luntang-lantung menuju kamar
mandi, di saat yang bersamaan adik perempuanku mempercepat langkahnya.
”Hei, kamu ...”
aku tak mau kalah mempercepat langkah dengan lari. Menarik handuknya dari
belakang tubuhnya berpaling, mulutnya komat kamit berdecit umpatan. Ini
kebiasan kami setiap pagi, berebut kamar mandi. Bukan untuk mandi, hanya
membasuh muka dan gosok gigi saja. Jorok bukan hahaha … inilah kenyataannya,
kebiasaan yang sudah berkarak dari orok.
Baju putih biru
sudah melekat di badan mungilku. Di depan kaca aku mengagumi diriku sendiri, “cantik,” gumamku lirih, kalau
keras-keras pasti diprotes tetangga sebelah yang merasa dirinya paling cantik
(Red: adikku). Setelah menyisir rambut aku pergi ke dapur menemui ibu.
“Hmm, harumnya,”
kataku seiring meraih piring.
“Diet hoi,”
ceplos adikku yang sudah menghabiskan nasi di piringnya.
“Masa bodok.
Masakan enak gini nggak dihabisin, kan mubajir,” aku diam sesaat. “Enggak salah
neriakin saya diet, liat noh perut sudah ke mana-mana, pipi sudah kaya bakpao,
tinggal aja diglundugin sampai sekolahan.” Adikku terlihat lebih besar, dia
tinggi, berbadan bongsor. Dia hanya diam tak menjawab lalu berpamitan pergi.
“Cepat makan
nanti telat,” sahut ibu yang masih sibuk dengan kegiatannya.
“Bu, aku boleh
bawa nasi gorengnya untuk bekal makan siang?”
“Boleh nduk,”
jawabnya sambil menyodorkan segelas teh untukku. Padahal bekal ini bukan untuk
makan siangku, tapi untuk sahabatku yang menyukai nasi goreng buatan ibu.
Nasi goreng
buatan ibu memang paling enak se-dunia. Hampir setiap pagi jika ada nasi sisa
makan malam pasti paginya menjadi menu sarapan. Ibu memang keras dari cara ia
berbicara pun sudah terlihat, namun untuk urusan perut anaknya ibulah yang
paling mengerti.
“Terima kasih
atas masakan-masakanmu bu,” ucapku sambil memeluknya.
Taoyuan, 27 Juli 2017
Komentar